Senin, 25 November 2013

Kepahlawanan Bocah Pekerja Malam

Kepahlawanan Bocah Pekerja Malam
Oleh : Fajar Romadhon

            Roda kehidupan akan senantiasa berputar sampai menemukan titik stagnasinya. Problematika dalam hidup bagaikan bumbu penyedap dari kehidupan itu sendiri. Tantangan-tantangan dalam hidup merupakan stimulasi kehidupan yang Tuhan sediakan untuk merangsang munculnya naluri kepahlawanan dalam diri seseorang. Namun, ada sebagian orang yang menganggap bahwa masalah itu sebagai beban dan ada lagi yang menganggapnya sebagai sarana latihan penempaan diri.
            Penulis hendak menuliskan kisah kehidupan bocah pekerja malam. Kisah ini diambil dari realitas yang penulis lihat sehari-hari. Sebuah kisah nyata. Patut disadari dan disyukuri bersama bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah karunia Tuhan yang paling baik. Karena keadilan Tuhan merata kepada seluruh makhluk ciptaannya sesuai dengan proporsionalnya.
            Hampir setiap malam, penulis sering menjumpai bocah-bocah yang baru pulang dari pekerjaannya dengan memanggul beban karung yang dibawanya. Merekalah bocah pekerja malam, yang mengais rezeki dengan mengumpulkan barang-barang bekas atau rongsokan. Mereka setiap hari berangkat bekerja dari jam 18.30 malam dan pulang jam 23.00 malam. Mereka bekerja untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikannya. Tak jarang pula terkadang orang tuanya pun ikut serta dalam pekerjaan tersebut. Miris sekali penulis melihatnya, bocah-bocah itu berkembang tidak sesuai dengan bocah-bocah sezamannya.
            Penulis sangat hobi sekali membaca buku-buku dan menonton film-film  motivasi serta serial kepahlawanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari buku-buku dan film-film itu terakumulasi menjadi suatu impian dan obsesi besar untuk membantu dan menuntaskan problematika yang ada di Indonesia. Seakan-akan  penulis ingin menjadi pahlawan kebajikan yang kini semakin hilang dari peradaban Indonesia.
           
            Jika setiap malam mereka bekerja, maka setiap pagi mereka mencari ilmu di bangku sekolah. Belajar dan bekerja itulah keseharian mereka. Bahkan mereka ada yang berdagang, menjajakan barang dagangannya ke setiap orang. Alam telah menempa mereka untuk menjadi pahlawan yang mandiri. Pahlawan bagi dirinya dan orang tuanya. Penulis melihat dalam raut wajah mereka tidak ada rasa kecewa sedikit pun, walaupun mereka berbeda dengan bocah-bocah sezamannya. Tersirat dalam raut wajahnya bahwa kelak nanti mereka akan mengubah kondisi keluarganya. Walaupun kini bocah-bocah itu harus bekerja dan mencari nafkah. Naluri kepahlawanannya muncul. Karena mereka yakin bahwa pekerjaan-pekerjaan besar dalam sejarah hanya dapat diselesaikan oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Tantangan-tantangan besar dalam sejarah hanya dapat dijawab oleh mereka yang mempunyai naluri kepahlawanan. Naluri kepahlawanan itu tumbuh seiring dengan alam yang menempanya menjadi pahlawan sejati.
            Melihat kisah kepahlawanan bocah-bocah itu, maka penulis pun terobsesi ingin menjadi pahlawan untuk mereka. Mereka tidak selamanya dibiarkan seperti itu, mereka harus diberikan tempat terhormat dalam panggung sejarah ini. Penulis mengagumi sisi kemandirian dari para bocah-bocah itu. Kepahlawanan bocah-bocah itu tidak usah dikagumi tapi diteladani sisi-sisi kebaikan dari kepahlawanannya. Oleh sebab itu penulis ingin memberikan apresiasi kepada mereka. Apresiasi harta, pikiran dan tenaga penulis. Karena penulis mengenal sebuah kaidah kepahlawanan bahwa orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang dibutuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil. Penulis hanya orang biasa yang mencoba untuk berkarya besar, jika para penguasa tidak merepon realita seperti ini maka penulis yang akan bertindak. Karena penulis ingin menjadi pahlawan yang bekerja dalam diam dan sunyi untuk banyak orang, sampai nafas terakhir.
            Bocah-bocah itu sudah berani menanggung beban keluarganya dalam mencari nafkah. Keberanian inilah yang ingin penulis apresiasi juga. Mereka mengerjakan pekerjaan yang sebetulnya belum saatnya, tapi mereka berani menanggung resiko pekerjaan ini. Karena pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah senantiasa membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan-pekerjaan atau tantangan-tantangan itu. Naluri kepahlawanannya sudah menggelora. Oleh sebab itu naluri kepahlawanan adalah akar dari pohon kepahlawanan. Sedangkan keberanian adalah batang yang menegakkan dan menguatkannya. Selain itu mereka sabar dalam menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Mereka berani menanggung resiko dan sabar dalam menjalani semuanya. Oleh karena itu tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan.
            Penulis berusaha meneladani sisi kebaikan dan kepahlawanan dari bocah-bocak pekerja malam ini. Naluri kepahlawanan yang bergelora, rasa tanggung jawab kepada orang tua dan keluarga, keberanian, dan kesabaran. Itulah nilai-nilai kebajikan yang harus diteladani oleh khalayak. Penulis ingin memberikan fasilitas pendidikan yang baik kepada bocah-bocah pekerja malam itu. Karena pendidikan yang baik serta fasilitas kehidupan yang baik akan menjadikan mereka pahlawan yang akan mengantarkan perubahan bangsa Indonesia ini ke arah yang lebih baik. Calon-calon pahlawan bangsa ini harus diberikan tempat terbaik dan terhormat dalam pentas sejarah bangsa ini. Semoga impian penulis untuk menjadikan mereka pahlawan-pahlawan bangsa ini dapat terwujud. Wallahu a'lam.



Sosok KH. Hasyim Asy'ari