Sosok
Mohammad Natsir
Oleh:
Fajar Romadhon
Mohammad Natsir merupakan salah satu tokoh Indonesia yang melegenda, sampai-sampai setelah satu abad dari kepergiannya, ada sekelompok orang yang menggelar acara “Peringatan Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir”. Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir yang digelar melalui serangkaian serial seminar, pameran foto dan sebagainya telah dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul “M. Natsir di Panggung Sejarah Republik” terbitan Republika.
Sebagai warga Negara Indonesia kita
bangga telah memiliki tokoh seperti Mohammad Natsir. Karena, Mohammad Natsir
tidak hanya dikenal di dalam negerinya melainkan di negeri orang pun beliau
dikenal. Hal ini pernah dialami oleh Amien Rais saat mendatangi seminar
Internasional: pertama, seminar perdamaian yang diadakan oleh Mu’tamar Alam
Islam di Islamabad-Pakistan. Kedua, seminar antar agama di
Casablanca-Maroko. Ketiga, seminar internasional di Kuala Lumpur-Malaysia.
Ketika Amien Rais bertemu dengan berbagai delegasi dalam seminar-seminar
tersebut, satu hal yang selalu ditanyakan kepada beliau oleh delegasi-delegasi
seminar adalah: Bagaimana kabar M. Natsir? Dan biasanya diikuti dengan
kata-kata “sampaikan salam saya padanya”.
Mohammad
Natsir telah memberikan dedikasi terbaiknya untuk bangsa ini, yang terpenting
adalah kita harus mewarisi semangat, pemikiran, perjuangan dan gelora yang
pernah dimiliki oleh Mohammad Natsir. Karena pada hakekatnya pahlawan itu bukan
untuk dikagumi, tetapi untuk diteladani. Generasi Indonesia sekarang layak
mengetahui sepak terjang Mohammad Natsir. Mohammad Natsir merupakan tokoh
pendidik, penulis produktif, cendekiawan, pendakwah, politisi-negarawan,
pemikir, ulama dan pembela Islam. Secara umum kehidupnnya pun telah diserahkan
sebagai pemandu umat.
Kiprah
M. Natsir dalam Dakwah
Sejarah Islam adalah sejarah amar
ma’ruf nahi munkar atau dakwah, hal itulah yang senantiasa men-drive
dan menjadikan Mohammad Natsir aktif dalam menyebarkan dakwah Islam. Karena
beliau menyadari bahwa dengan dakwahlah Islam akan tersebar dan tersemai ke
seluruh penjuru negeri. Sebagaimana dikatakan oleh Adian Husaini dalam bukunya
yang berjudul “Virus liberalisme di perguruan tinggi” bahwa kiprah Mohammad
Natsir dalam dakwah ditandai dengan aktifnya beliau di Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII). Di sinilah Natsir mulai melakukan pembinaan intelektual
melalui tiga jalur strategis, yaitu kampus, masjid, dan pesantren. Dari
berbagai masjid kampus yang didirikan, Natsir berhasil melakukan kaderisasi
kaum intelektual. Tahun 1984, Natsir tercatat sebagai Ketua badan Penasehat
Yayasan Pembina Pondok Pesantren Indonesia. Dan beliau pun termasuk pelopor
berdirinya berbagai pesantren tinggi (Ma’had ‘Aliy) di Indonesia. Selain itu,
Mohammad Natsir pun aktif berdakwah melalui tulisan-tulisannya. Dan salah satu
surat kabar yang menerbitkan tulisan-tulisan Natsir dan beliau pun bekerja di
dalamnya adalah majalah Pembela Islam.
Mohammad Natsir berdakwah dengan
santun dan lemah lembut, hal ini dibuktikan dengan diterimanya beliau disemua
lapisan masyarakat. Beliau bergaul dengan siapapun, dari kaum elitis sampai
tingkat “grassroots”.
Oleh karenanya tidak heran jika
Susilo Bambang Yudhoyono dalam memberikan kata pengantarnya pada buku “M.
Natsir di Panggung Sejarah Republik” mengatakan, Natsir menyebarkan syiar Islam
dengan santun, bijak, damai dan penuh toleransi. Dengan cara seperti itu, syiar
agama yang dilakukan akan membawa kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara
ke arah yang lebih terhormat dan beradab. Dengan sikap Natsir yang seperti itu,
beliau dikenal di tanah air dan di mancanegara, sebagai seorang guru bangsa,
pendidik umat, dan seorang alim.
Kiprah
M. Natsir dalam Pendidikan
Menurut Adian Husaini dalam bukunya
yang berjudul “Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab”
beliau mengatakan bahwa Mohammad Natsir merupakan seorang pejuang pendidikan
yang layak disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti KH. Ahmad Dahlan, Ki Hajar
Dewantara dan sebagainya. Selain amat concern dengan nasib pendidikan
rakyat jelata yang tak punya hak pendidikan di masanya, saat menjadi perdana
menteri, salah satu prestasinya adalah keputusannya bersama menteri agama,
Wahid Hasyim, untuk mewajibkan pelajaran agama di sekolah-sekolah umum.
Kecintaan Mohammad Natsir di bidang
keilmuan dan pendidikan dibuktikannya dengan upayanya untuk mendirikan sejumlah
universitas Islam. Setidaknya ada Sembilan kampus yang Mohammad Natsir berperan
dalam pendiriannya, seperti Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas
Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Riau, Universitas
Ibn Khaldun Bogor, dan sebagainya.
Sekaitan dengan pentingnya
pendidikan untuk kemajuan bangsa, Mohammad Natsir mengutip pendapat Dr. G.J.
Nieuwenhus yang menyatakan, “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di
antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan
bangsanya.”
Meskipun memiliki latar belakang
pendidikan Belanda (Barat) yang baik, Natsir tidak tergerak sama sekali untuk
melakukan westernisasi atau sekularisasi dalam dunia pendidikan Islam. Bahkan,
melalui tulisannya, Natsir senantiasa mengingatkan akan bahaya pendidikan Barat
yang menjauhkan orang muslim dari agamanya sendiri. Bahkan, tak jarang, Natsir
mengungkapkan fakta kaitan antara misi Kristen dengan program westrnisasi
pendidikan (Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk
Manusia Berkarakter dan Beradab, 2012: 166).
Kiprah
M. Natsir dalam Politik-Kenegaraan
Kiprah Mohammad Natsir dalam
politik-Kenegaraan, menurut Yusril Ihza Mahendra dalam buku “M. Natsir di
Panggung Sejarah Republik” adalah menyelamatkan NKRI dengan cara mempersatukan
kembali Negara-negara bagian RIS yang dibentuk Van Mook ke dalam NKRI melalui
“Mosi Integral” yang ditanda-tangani oleh semua ketua fraksi di dalam parlemen.
Strategi Natsir yang elegan itu, oleh Moh. Roem disebut sebagai pengembalian ke
NKRI dengan bermartabat dan menyenangkan. Ini karena proses pengembalian ke
NKRI yang ditempuh Natsir sangat unik. Yaitu: bukan Negara-negara bagian yang
menggabungkan diri dengan Republik Indonesia asli, tapi semua Negara bagian itu
bersama-sama dibubarkan dan mereka bersama-sama mendirikan Negara kesatuan.
Sabam Sirait mengatakan dalam buku
“M. Natsir di Panggung Sejarah Republik” bahwa sewaktu muda Mohammad Natsir
banyak menulis dan memimpin penerbitan-penerbitan terutama majalah (literature)
Islam. Natsir pernah menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat),
anggota DPR, Badan pekerja KNIP (BK KNIP), pernah menjadi Menteri, bahkan
menjadi Perdana menteri Republik Indonesia.
Soekarno pernah memuji Natsir pada
waktu Soekarno meminta Natsir menjadi formatur kabinet sekaligus Perdana
Menteri RI, soekarno mengatakan, “Ya siapa lagi kalau bukan Natsir dari
Masjumi, mereka punya konsepsi menyelamatkan Republik melalui Konstitusi.”
Ini hanya sekelumit tapak tilas
sejarah dari sosok Mohammad Natsir, kiprah Mohammad Natsir dalam dakwah,
politik, Negara, pendidikan dan sosial sangat banyak. Namun, penulis hanya
ingin, dengan bacaan yang sedikit ini, para generasi muda Indonesia dapat terus
menggali dan melanjutkan perjuangan yang pernah digoreskan oleh seorang
Mohammad Natsir untuk bangsa Indonesia. Karena pahlawan itu bukan untuk dikagumi,
tapi untuk diteladani dan diteruskan perjuangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Husaini, A. (2012). Pendidikan
Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab. (N. Hidayat, Ed.) Depok:
Cakrawala Publishing.
Husaini, A. (2009). Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam.
(I. Satria, Ed.) Depok: Gema Insani.
Panitia Peringatan Refleksi Seabad
M. Natsir. (2008). M. Natsir di Panggung Sejarah Republik. (L. Hakiem,
Ed.) Jakarta: Republika.
Rais, A. (2004). Hubungan Antara Politik dan Dakwah: Berguru Kepada M.
Natsir. (L. Nihwan, Ed.) Bandung: Mujahid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar