Kamis, 04 April 2013

Cinta dan Harapan dalam Da'wah

Cinta Dan Harapan Dalam Da’wah
Oleh: Fajar Romadhon

Sedari dulu da’wah adalah jalan yang satu, jalan para Nabi dan Rasul serta para sahabat. Jalan yang implementasinya perlu iman, amal, cinta dan persaudaraan. Da’wah bukan hanya menyeru dan mengajak seseorang, lebih dari pada itu da’wah harus bisa dimanifestasikan dalam bentuk menumbuhkembangkan, merawat dan melindungi orang yang telah kita ajak dalam barisan da’wah ini dengan cinta dan harapan. Da’wah itu seperti kita menanam pohon, yang senantiasa harus kita rawat dan lindungi dari berbagai gangguan-gangguan.
Seperti halnya Rasulullah yang berda’wah penuh dengan cinta dan harapan. Kisah Rasul ketika berda’wah di Thaif menjadi salah satu bukti kisah inspiratif, yang menjadi pengejawantahan cinta dan harapan dalam berda’wah. Da’wah Rasul di Thaif tidak berbuah mulus, hanya mendapat lemparan batu dan kotoran unta, ejekan, hinaan dan penolakan dari penduduk Thaif. Saat itu pula malaikat Jibril menawarkan sesuatu pada Rasul: “Ya Rasulullah apakah engkau ingin aku (jibril) timpakan dua gunung uhud kepada penduduk Thaif karena telah menolak seruanmu ?”. Rasul menjawab dengan penuh cinta dan harapan: “Wahai jibril, janganlah engkau timpakan penduduk Thaif dengan dua gunung uhud itu, mungkin ada salah satu anak cucu dari mereka yang memeluk Islam”. Subhanallah
Karena pada dasarnya hidayah hanya akan Allah berikan kepada mereka yang dikehendaki-Nya, walaupun berbagai usaha telah kita lakukan. Sebagaimana firman Allah :

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ (٤٨)
Artinya:  “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam Keadaan marah (kepada kaumnya)”. (Q.S. Al-Qalam [68]: 48)

       Sehingga jelas bahwa urusan hidayah adalah urusan Allah Swt,. tugas kita hanya beramar ma’ruf nahi munkar, menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Da’wah itu seperti halnya kita mendaki gunung, semakin mendaki maka akan semakin kita kekurangan energi dan kekurangan oksigen. Semakin mendaki maka angin akan semakin kencang dan melenakan kerja-kerja kita. Dan jika da’wah itu diibaratkan pohon, maka semakin tinggi pohon itu tumbuh semakin besar pula angin yang akan menerpanya. Maka yang harus menjadi bekal dan teman dalam menapaki jalan da’wah ini adalah kesabaran dan keikhlasan. Karena kesabaran dan keikhlasanlah yang akan menjadi bahan bakar yang tiada habisnya. Dan bekal inilah yang akan menjadi penguat langkah-langkah kita dalam menyampaikan risalah Allah Swt,.
       Rasulullah patut menjadi teladan dalam berda’wah, da’wah yang penuh dengan cinta dan harapan. Pengejawantahan cinta dan harapan dalam berda’wah akan berujung pada keindahan dan kenikmatan. Rasulullah pernah berdo’a pada Allah Swt,.: “Ya Allah, kuatkanlah dan muliakanlah agama Islam ini dengan masuknya salah satu dari dua Umar, Umar bin Khattab atau Abu Jahal. Maka do’a Rasul yang penuh dengan cinta dan harapan ini Allah Swt,. kabulkan. Dan setelah masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam, maka Islam pun semakin kuat dan da’wah Rasul semakin meluas. Itulah buah berda’wah dengan cinta dan harapan, senantiasa berujung indah dan nikmat. Wallahu a'lam.
                                                                                                                          

2 komentar:

Sosok KH. Hasyim Asy'ari