Oleh: Fajar Romadhon
Sedari dulu
da’wah adalah jalan yang satu, jalan para Nabi dan Rasul serta para sahabat.
Jalan yang implementasinya perlu iman, amal, cinta dan persaudaraan. Da’wah
bukan hanya menyeru dan mengajak seseorang, lebih dari pada itu da’wah harus
bisa dimanifestasikan dalam bentuk menumbuhkembangkan, merawat dan melindungi
orang yang telah kita ajak dalam barisan da’wah ini dengan cinta dan harapan.
Da’wah itu seperti kita menanam pohon, yang senantiasa harus kita rawat dan lindungi
dari berbagai gangguan-gangguan.
Seperti
halnya Rasulullah yang berda’wah penuh dengan cinta dan harapan. Kisah Rasul
ketika berda’wah di Thaif menjadi salah satu bukti kisah inspiratif, yang
menjadi pengejawantahan cinta dan harapan dalam berda’wah. Da’wah Rasul di
Thaif tidak berbuah mulus, hanya mendapat lemparan batu dan kotoran unta,
ejekan, hinaan dan penolakan dari penduduk Thaif. Saat itu pula malaikat Jibril
menawarkan sesuatu pada Rasul: “Ya Rasulullah apakah engkau ingin aku (jibril)
timpakan dua gunung uhud kepada penduduk Thaif karena telah menolak seruanmu ?”.
Rasul menjawab dengan penuh cinta dan harapan: “Wahai jibril, janganlah engkau
timpakan penduduk Thaif dengan dua gunung uhud itu, mungkin ada salah satu anak
cucu dari mereka yang memeluk Islam”. Subhanallah
Karena pada
dasarnya hidayah hanya akan Allah berikan kepada mereka yang dikehendaki-Nya,
walaupun berbagai usaha telah kita lakukan. Sebagaimana firman Allah :
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى
وَهُوَ مَكْظُومٌ (٤٨)
Artinya:
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan
janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia
berdoa sedang ia dalam Keadaan marah (kepada kaumnya)”. (Q.S. Al-Qalam
[68]: 48)
Sehingga jelas bahwa urusan
hidayah adalah urusan Allah Swt,. tugas kita hanya beramar ma’ruf nahi munkar,
menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Da’wah itu seperti halnya kita
mendaki gunung, semakin mendaki maka akan semakin kita kekurangan energi dan
kekurangan oksigen. Semakin mendaki maka angin akan semakin kencang dan
melenakan kerja-kerja kita. Dan jika da’wah itu diibaratkan pohon, maka semakin
tinggi pohon itu tumbuh semakin besar pula angin yang akan menerpanya. Maka
yang harus menjadi bekal dan teman dalam menapaki jalan da’wah ini adalah
kesabaran dan keikhlasan. Karena kesabaran dan keikhlasanlah yang akan menjadi
bahan bakar yang tiada habisnya. Dan bekal inilah yang akan menjadi penguat
langkah-langkah kita dalam menyampaikan risalah Allah Swt,.
Rasulullah patut menjadi
teladan dalam berda’wah, da’wah yang penuh dengan cinta dan harapan. Pengejawantahan
cinta dan harapan dalam berda’wah akan berujung pada keindahan dan kenikmatan.
Rasulullah pernah berdo’a pada Allah Swt,.: “Ya Allah, kuatkanlah dan
muliakanlah agama Islam ini dengan masuknya salah satu dari dua Umar, Umar bin
Khattab atau Abu Jahal. Maka do’a Rasul yang penuh dengan cinta dan harapan ini
Allah Swt,. kabulkan. Dan setelah masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam, maka
Islam pun semakin kuat dan da’wah Rasul semakin meluas. Itulah buah berda’wah
dengan cinta dan harapan, senantiasa berujung indah dan nikmat. Wallahu a'lam.
(y) Da'watunnaas ilaa Robb., jadi inget sang Murobbi., :-)
BalasHapusmantaf akhi ...
BalasHapus