Sabtu, 11 Januari 2014

Membangun Kesadaran Untuk Saling Bantu

Membangun Kesadaran Untuk Saling Bantu
Oleh: Fajar Romadhon

            Manusia merupakan makhluk sosial, sehingga tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi dan bantuan dari manusia yang lain. Oleh sebab itu tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini selain untuk beribadah dan menjadi khalifah adalah untuk saling ta’aruf (mengenal). Hal ini merupakan fitrah yang telah Allah berikan kepada manusia. Saling mengenal menjadi kunci pembuka untuk saling membantu. Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa jangan menunggu kenal terlebih dahulu kemudian kita tidak membantu seseorang yang sedang kesulitan atau ditimpa musibah. Hanya saja terkadang apabila sudah saling kenal dalam membantu pun akan lebih loyal (penuh kesetiaan). Saling bantu dalam ajaran Islam tidak hanya sesama pemeluknya, melainkan membantu non-muslim pun dibolehkan. Namun Islam membatasi pemeluknya hanya boleh bekerjasama dan membatu non-muslim dalam hal yang sifatnya duniawi dan berkenaan dengan muamalat, tidak dalam hal keimanan atau aqidah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (١٣)
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
            Membangun kesadaran untuk saling bantu setidaknya ada tiga hal yang menjadi kunci pembukanya. Kunci pertama adalah saling mengenal (ta’aruf) sebagaimana telah dijelaskan diatas. Kedua adalah saling memahami (tafahum) dan ketiga saling menanggung beban bersama (takaful). Jika ketiga kunci ini diterapkan dalam kehidupan masyarakat maka akan tercipta kehidupan yang saling membantu dan bahkan lebih dari pada itu. Begitu indah Islam mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan. Dan ketiga kunci ini akan terakumulasi menjadi suatu ikatan persaudaraan yang kokoh (ukhuwah). Dan ketiga kunci ini menjadi sarana untuk mengupgrade atau memperbaiki hubungan masyarakat jika terjadi perselisihan. Allah telah menegaskan bahwa orang mukmin itu saling bersaudara. Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
            Kunci kedua sebagai upaya membangun kesadaran untuk saling bantu adalah tafahum (saling memahami). Tafahum (saling memahami), yaitu hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw., beliau bersabda: “Barang siapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
            Kunci ketiganya adalah takaful (saling menanggung beban bersama). Tidak sepatutnya seorang muslim itu berdiam diri ketika melihat saudaranya kesulitan atau ditimpa musibah. Ciri seorang muslim sejati adalah saling membantu dan saling menanggung beban bersama. Setelah mengenal dan memahami, maka yang diharapkan akan tumbuh rasa takaful (saling menanggung beban bersama) dan sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullullah Saw., telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya, orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain. Oleh sebab itu jika kaum muslimin menginginkan kesatuan yang kokoh maka rapatkan barisan berjama’ah (kebersamaan) di segala bidang. Analoginya, seperti halnya satu batang lidi tidak akan bisa membersihkan sampah, tetapi jika lidi-lidi disatukan menjadi satu ikatan yang kuat dan kokoh maka sampah mana yang tidak bisa dibersihkan. Dan sesama muslim atau bahkan kepada non-muslim pun jangan saling mendzolimi. Berikut dalil Al-Qur’an dan Haditsnya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal bagaimana mereka saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah seperti satu tubuh. Apabila ada sebagian dari tubuhnya yang sedang sakit, maka bagian tubuh yang lain turut merasakannya, sehingga membuatnya tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Artinya:  “Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim).
            Dengan saling tolong-menolong akan banyak menuai manfaat, diantaranya adalah pekerjaan akan cepat terselesaikan dan mendekati kesempurnaan, risalah Islam akan mudah dan cepat tersebar luas, menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang, memperlancar perintah Allah dalam amar ma’ruf nahi munkar, terciptanya tatanan masyarakat yang adil dan makmur dan sebagainya.
            Membangun perubahan tidak bisa dilakukan dengan segelintir orang, oleh karenanya harus kolektif. Membangun perubahan harus diawali dengan pembenahan paradigma atau mindset. Upaya membangun komunitas atau masyarakat yang saling tolong-menolong harus diawali dengan pembentukan kesadaran hidup berjama’ah. Kesadaran dan paradigma itu dapat dibentuk dari ketiga kunci diatas; ta’aruf, tafahum, dan takaful/ ta’awun. Wallahu a'lam

Minggu, 05 Januari 2014

Pengabdian Pada Masyarakat


Pengabdian Pada Masyarakat
Oleh: Fajar Romadhon

            Mungkin dikalangan mahasiswa atau pegiat sosial masyarakat istilah pengabdian pada masyarakat sudah tidak asing lagi. Karena mereka yang hatinya sudah terpatri untuk mengabdi untuk khalayak akan senantiasa menebar manfaat dalam hidupnya. Banyak kisah-kisah inspiratif dari orang-orang yang menjadi pegiat sosial atau aktivis kemanusiaan. Bakhan dari pekerjaannya sebagai aktivis kemanusiaan itu mereka bisa keliling dunia. Para aktivis kemanusiaan tidak memandang suku, etnis, dan agama. Ketika ada musibah yang menimpa umat manusia, mereka akan segera beraksi untuk menolong. Panggilan jiwa dan ketulusan hati yang membuat mereka tetap konsisten menolong sesama.
            Penulis buku “100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” yaitu Michael H. Hart menempatkan Muhammad Saw., diurutan paling pertama, karena sepanjang perjalanan sejarahnya Muhammad Saw., telah banyak meraih keberhasilan di semua bidang. Oleh sebab itu Allah Swt., menyebutkan bahwa dalam pribadi Muhammad Saw., terdapat teladan yang baik.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
            Karena Michael H. Hart saja sebagai seorang nonmuslim menempatkan Muhammad Saw., diurutan pertama dalam bukunya, Maka penulis pun akan mengawali tulisan ini dari kisah inspiratif Muhammad Saw., dalam hal pengabdian pada masyarakat.
            Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Muhammad Saw., setiap hari memberikan dan menyuapkan makanan kepada seorang nenek buta dari kalangan Yahudi di suatu pojok pasar. Setiap kali Muhammad Saw., hendak menyuapkan makanan, beliau senantiasa melembutkannya terlebih dahulu agar mudah di telan oleh nenek buta tersebut. Namun dalam suatu percakapannya dengan Muhammad Saw., nenek buta tersebut menjelek-jelekan dan membenci Muhammad Saw. Dan Muhammad Saw., hanya diam dan tersenyum.
            Ketika Muhammad Saw., wafat, Abu Bakar Ash-Siddiq bertanya kepada Aisyah, “Wahai Aisyah amalan apa yang senantiasa dilakukan oleh Muhammad Saw., semasa hidupnya? Aisyah menjawab, “Beliau senantiasa memberikan makan kepada seorang nenek buta di pojok pasar. Maka Abu Bakar pun bergegas untuk melanjutkan amalan yang senantiasa dilakukan oleh Muhammad Saw., semasa hidupnya.
            Ketika Abu Bakar memberikan makanan kepada nenek buta tersebut, sang nenek buta langsung berkata, “Siapa engkau, dan kenapa bukan seperti biasanya engkau melembutkan makanan tersebut terlebih dahulu untuk memudahkanku menelannya? Kemudian dijawab, “Saya Abu Bakar Ash-Siddiq, dan orang yang senantiasa memberi dan menyuapkanmu makanan adalah Muhammad Saw., dan sekarang beliau telah wafat. Setelah mendengar jawaban dari Abu Bakar, nenek buta tersebut langsung menagis dan menyatakan diri masuk Islam.
            Itu hanya sebagian kecil dari keteladanan Muhammad Saw. Mengabdi untuk masyarakat tidak hanya kepada yang se-agama, se-suku atau se-etnis. Melainkan kepada seluruh umat manusia yang membutuhkan pertolongan. Muhammad Saw., sebagai pemimpin agama dan pemimpin negara dalam sejarahnya telah berhasil memberi cinta dan pelayanan terhadap yang dipimpinnya.
            Pesan untuk mahasiswa. Dalam Tridharma Perguruan Tinggi disebutkan salah satunya adalah pengabdian pada masyarakat. Oleh karenanya tidak dikatakan sebagai mahasiswa kalau tidak mengabdi dan tidak memiliki niat untuk mengabdi. Sehingga menjadi suatu keharusan kepada mahasiswa untuk mengabdi pada masyarakat. Karena mahasiswa itu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pengabdian dilakukan bukan untuk mencari popularitas dan pencitraan, tetapi untuk menciptakan kebaikan dan keharmonisan dalam hidup. Mengabdilah dengan semua kemampun yang dimiliki baik tenaga, finansial, akal fikiran/ ide, gagasan. Pengabdian pada masyarakat bukan masalah siap dan tidak siap, tetapi kesadaran. Masyarakat tidak menilai seberapa kayanya seseorang, tetapi karya dan kontribusi apa yang sudah diberikan untuk kemaslahatan masyarakat. Pada akhirnya yang dilihat adalah nilai kebermanfaatan pribadi seseorang bukan kekayaan dan popularitasnya. Wallahu a'lam

Sosok KH. Hasyim Asy'ari