Rabu, 05 Februari 2014

Pemuda Pilar Kebangkitan Peradaban Islam


Pemuda Pilar Kebangkitan Peradaban Islam
Oleh: Fajar Romadhon

            Sudah menjadi hukum Allah bahwa kehidupan manusia itu fluktuatif. Iman seseorang mengalami fluktuasi, begitupula fluktuasi yang terjadi dalam konstelasi peradaban Islam. Dalam sejarah dikatakan bahwa peradaban Islam mengalami kejayaan dan kegemilangannya pada masa Rasulullah, Khulafa ar-Rasyidin, sampai Turki Utsmani. Pada masa-masa itu Islam sangat progresif dan ekspansif. Setelah itu peradaban Islam mengalami kemerosotan dan kemunduran. Kemunduran peradaban Islam setidaknya dikarenakan oleh faktor internal dan eksternal yang sangat signifikan.
            Faktor internal: Pertama, jauhnya umat Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Menurut Ibnu Taimiyah bahwa bahwa orang yang mengacuhkan Al-Qur’an adalah mereka yang tidak membaca Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an namun tidak mentadabburinya, serta membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya namun tidak mengamalkannya. Kedua, terpecah belahnya umat Islam karena perbedaan masalah furu’ (cabang) dalam hal fiqih. Ketiga, adanya perasaan rendah diri dan tidak tsiqah (percaya) pada umat. Islam seperti kehilangan harga dirinya sehingga banyak yang enggan menunjukkan identitas keislamannya, perasaan ini muncul karena melihat kondisi faktual umat Islam yang cenderung berada di bawah. Rupanya umat Islam lupa akan perkataan Rasulullah, “Al-Islamu ya’lu wa laa yu’la ‘alaih” (Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya). Keempat, adanya gejala taqlid (mengikuti tanpa dasar ilmu yang jelas dan benar), sehingga hal ini membuat umat Islam menjadi rigid atau tidak berkembang. Kelima, umat Islam tertinggal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor eksternal: Pertama, adanya ghazwul fikri (perang pemikiran). Kedua, adanya harakatul irtidad (gerakan pemurtadan), dan penjajahan dari bangsa asing.
            Setelah melihat sejarah serta realita umat Islam, dan mengetahui pula posisi penyakit umat Islam yang menyebabkan kemundurannya. Maka yang menjadi keharusan adalah beramal untuk mengubah realitas dan menyelamatkan umat Islam dari berbagai kerusakan moral dan bencana. Sudah saatnya umat Islam kembali membangun peradaban yang gemilang. Dari pada mengutuk kegelapan atau problematika umat saat ini, lebih baik menyalakan lilin, berfikir positif dan melakukan kerja-kerja dalam menopang batu bata sebagai bangunan peradaban Islam yang akan diraih kembali.
            Dari beberapa aset yang masih tersisa di dunia ini salah satunya adalah para pemuda yang memiliki peran strategis dalam upaya perubahan dan kejayaan Islam. Seorang ulama kontemporer Mesir, Imam Hasan Al-Banna menggambarkan karakter sosok pemuda, “Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya dasar keimaanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda.”
            Sebagaimana karakter pemuda yang disebutkan diatas, seorang tokoh yang sering dijuluki bapak proklamator Indonesia, yakni Soekarno pernah berkata, “Berilah saya 100 orang tua niscaya akan saya pindahkan gunung semeru bersamanya, berilah saya 10 pemuda niscaya akan saya guncang dunia bersamanya”. Dari perkataan ini terdapat sesuatu yang istimewa dan kemampuan yang lebih pada diri seorang pemuda. Maka pemuda Islam tidak lain harus bisa menjadi frontline dalam upaya membangun peradaban Islam yang gemilang. Terdapat api yang menggelora dalam jiwa pemuda, sebagaimana bung Rhoma Irama pernah berkata, “Masa muda adalah masa yang berapi-api.”
            Jika Imam Hasan Al-Banna menyebutkan empat karakter pemuda, maka di beberapa literatur pergerakan pemuda/mahasiswa setidaknya terdapat empat kekuatan yang tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali para pemuda itu sendiri. Pertama idealisme, pemuda dalam mengaplikasikan ide-idenya senantiasa didrive oleh nilai-nilai moral yang bersumber dari agama atau kultur masyarakatnya. Bukan keuntungan dan jabatan yang dicari, namun terealisasinya ide-ide itulah yang menjadi harapannya. Kedua intelektual, masa muda senantiasa ditandai dengan gaya berfikir yang argumentatif-ilmiah dan mengukur segala sesuatunya dengan logis-empiris. Ketiga sikap kritis dan kepekaan sosial, pemuda tidak hanya menonjolkan ranah pemikirannya, tapi pemikiran yang benar itu terejawantahkan dalam kepekaan terhadap sosialnya. Dan akan ada sikap perlawanan dari para pemuda, jika ada siapapun yang akan menghalangi pergerakan pemuda dalam merealisasikan cita-citanya. Keempat keberanian, dalam merealisasikan ide-idenya pemuda memiliki keberanian dalam menanggung setiap risiko yang akan dihadapinya. Dan pada titik inilah terakumulasi antara keberanian, kecerdasan dan kebenaran.
            Oleh sebab itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah (pemikiran), pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Sebagaimana dalam sejarah, banyak pemuda yang telah berkontribusi dalam kejayaan Islam seperti, Muhammad al-Fatih penakluk Konstantinopel, Shalahuddin al-Ayyubi pembebas Yarussalem,  Thariq bin Ziyad, Khalid bin Walid, dan Saad bin Abi Waqqas. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah pemuda seperti apa yang mampu mengemban amanah dalam upaya kebangkitan peradaban Islam. Allah telah menggambarkannya dalam Al-Qur’an:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى (١٣)وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا (١٤)
Artinya: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk (13) dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran (14).” (QS. Al-Kahfi [18]: 13).
            Dari ayat ini, Imam Hasan Al-Banna dalam risalah pergerakannya mengatakan untuk para pemuda khususnya mahasiswa bahwa, “Sesungguhnya banyak kewajiban kalian, besar tanggungjawab kalian, semakin berlipat hak-hak umat yang harus kalian tunaikan, dan semakin berat amanah yang terpikul di pundak kalian. Kalian harus berfikir panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, maju untuk menjadi penyelamat, dan hendaklah kalian mampu menunaikan hak-hak umat ini dengan sempurna.”
            Karakter dan kekuatan pemuda yang telah dijelaskan diatas akan lebih besar pengaruhnya bagi kebangkitan Islam, manakala pemuda menunjukkan peranan dan eksistensinya. Jika merujuk pada (QS. Al-Kahfi [18]: 14), “dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran.” Maka peran pemuda Islam sekarang secara umum, setidaknya harus bangkit dan berkarya. Kalau diartikan secara mudahnya, bahwa berdiri’ sama halnya dengan bangkit, sedangkan berkata’ sebagai perwujudan dari berkarya. Bangkit dan berkaryanya pemuda Islam sekarang harus ditandai dengan menghidupkannya kembali Al-Qur’an dan As-Sunnah ditengah maraknya kehidupan hedonisme dan pragmatisme, mengkaji ilmu-ilmu agama/pengetahuan dan teknologi, tidak lagi malu dengan identitas keislamannya, tidak lagi mempersoalkan masalah furu’ (cabang) dalam fiqih, berani bersaing di dunia global, berkontribusi sebagai karya nyata untuk umat, dan menyebarluaskan syiar Islam dan beramar ma’ruf nahi munkar.
            Terakhir, pemuda dan umat Islam secara keseluruhan harus pula memahami QS. Ali-Imran [3]: 110 dan QS. Al-Baqarah [2]: 143, sebagai berikut:
            Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran [3]: 110).
            Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143).
            Oleh karenanya, Allah menyeru kepada umat Islam hendaklah yakin akan eksistensi kalian, mengetahui posisi kalian, dan percaya bahwa kalian adalah pewaris kekuasaan dunia, meski musuh-musuh menghendaki agar kalian terhina.
            Pesan terakhir, penulis mengutip perkataan dari Imam Hasan Al-Banna: “Wahai pemuda perbaruilah iman, kemudian tentukan sasaran dan tujuan langkah kalian. Sesungguhnya, kekuatan pertama adalah iman, buah dari iman adalah kesatuan, dan konsekuensi logis dari kesatuan adalah kemenangan yang gemilang. Oleh karenanya, berimanlah kalian, eratkanlah ukhuwah, sadarilah, dan kemudian tunggulah datangnya kemenangan. Wallahu a’lam

Puisi Untuk Ibu


Puisi Untuk Ibu
…………………………..

Ibu, yang pedihnya melepaskanku dari kandunganmu
Ibu, yang segarnya air susumu membuat langgengnya hidupku
Ibu, yang kehangatannya menina bobokanku
mengarungi mimpi-mimpi indah kehidupan
Ibu, yang tangan lembutnya menuntunku
menuju luasnya dunia
Ibu, yang peluhnya mendudukkanku di atas kursiku sekarang
Ibu, yang tetes-tetes air matanya selalu menyertaiku dalam suka dan duka
Ibu, kini maaf anakmu yang belum sempat dapat menyenangkan hidupmu
Ibu, hanya seuntai do’a ini yang dapat ananda panjatkan
Rabbana faghfirlana wali walidaina warhamhuma kama rabbayani shaghira
Ibu, semoga maaf  dan ridhamu menyertai ananda selalu, dalam hidup ini.
-Ananda-


            Puisi ini ditulis oleh seorang Ustad pengasuh pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqo Indramayu, KH. Drs. Yunus Rasyidi, beliau mengirimkan puisi ini kepada Ayah saya, dan ayah saya pun mengirimkannya kepada saya. Puisi ini saya publish di blog ini sebagai refleksi 20 tahun umur saya pribadi yang belum bisa memberikan yang terbaik untuk Ibu dan Ayah tercinta secara optimal. Semoga do’a-do’a yang selama ini saya panjatkan kepada Allah satu persatu dikabul. Amin

Sosok KH. Hasyim Asy'ari