Pemuda Pilar Kebangkitan Peradaban Islam
Oleh: Fajar Romadhon
Sudah
menjadi hukum Allah bahwa kehidupan manusia itu fluktuatif. Iman seseorang
mengalami fluktuasi, begitupula fluktuasi yang terjadi dalam konstelasi
peradaban Islam. Dalam sejarah dikatakan bahwa peradaban Islam mengalami
kejayaan dan kegemilangannya pada masa Rasulullah, Khulafa ar-Rasyidin, sampai
Turki Utsmani. Pada masa-masa itu Islam sangat progresif dan ekspansif. Setelah
itu peradaban Islam mengalami kemerosotan dan kemunduran. Kemunduran peradaban
Islam setidaknya dikarenakan oleh faktor internal dan eksternal yang sangat
signifikan.
Faktor
internal: Pertama, jauhnya umat Islam dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa bahwa orang yang mengacuhkan Al-Qur’an adalah
mereka yang tidak membaca Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an namun tidak
mentadabburinya, serta membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya namun tidak
mengamalkannya. Kedua, terpecah belahnya umat Islam karena perbedaan
masalah furu’ (cabang) dalam hal fiqih. Ketiga, adanya perasaan rendah
diri dan tidak tsiqah (percaya) pada umat. Islam seperti kehilangan
harga dirinya sehingga banyak yang enggan menunjukkan identitas keislamannya,
perasaan ini muncul karena melihat kondisi faktual umat Islam yang cenderung
berada di bawah. Rupanya umat Islam lupa akan perkataan Rasulullah, “Al-Islamu
ya’lu wa laa yu’la ‘alaih” (Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi
ketinggiannya). Keempat, adanya gejala taqlid (mengikuti tanpa
dasar ilmu yang jelas dan benar), sehingga hal ini membuat umat Islam menjadi
rigid atau tidak berkembang. Kelima, umat Islam tertinggal dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Faktor eksternal: Pertama, adanya ghazwul
fikri (perang pemikiran). Kedua, adanya harakatul irtidad
(gerakan pemurtadan), dan penjajahan dari bangsa asing.
Setelah
melihat sejarah serta realita umat Islam, dan mengetahui pula posisi penyakit
umat Islam yang menyebabkan kemundurannya. Maka yang menjadi keharusan adalah
beramal untuk mengubah realitas dan menyelamatkan umat Islam dari berbagai
kerusakan moral dan bencana. Sudah saatnya umat Islam kembali membangun
peradaban yang gemilang. Dari pada mengutuk kegelapan atau problematika umat
saat ini, lebih baik menyalakan lilin, berfikir positif dan melakukan
kerja-kerja dalam menopang batu bata sebagai bangunan peradaban Islam yang akan
diraih kembali.
Dari
beberapa aset yang masih tersisa di dunia ini salah satunya adalah para pemuda
yang memiliki peran strategis dalam upaya perubahan dan kejayaan Islam. Seorang
ulama kontemporer Mesir, Imam Hasan Al-Banna menggambarkan karakter sosok
pemuda, “Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala
kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin
bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban
dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat
dan amal merupakan karakter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya
dasar keimaanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati
yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal
adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para
pemuda.”
Sebagaimana
karakter pemuda yang disebutkan diatas, seorang tokoh yang sering dijuluki
bapak proklamator Indonesia, yakni Soekarno pernah berkata, “Berilah saya 100
orang tua niscaya akan saya pindahkan gunung semeru bersamanya, berilah saya 10
pemuda niscaya akan saya guncang dunia bersamanya”. Dari perkataan ini terdapat
sesuatu yang istimewa dan kemampuan yang lebih pada diri seorang pemuda. Maka pemuda
Islam tidak lain harus bisa menjadi frontline dalam upaya membangun
peradaban Islam yang gemilang. Terdapat api yang menggelora dalam jiwa pemuda,
sebagaimana bung Rhoma Irama pernah berkata, “Masa muda adalah masa yang
berapi-api.”
Jika
Imam Hasan Al-Banna menyebutkan empat karakter pemuda, maka di beberapa
literatur pergerakan pemuda/mahasiswa setidaknya terdapat empat kekuatan yang
tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali para pemuda itu sendiri. Pertama
idealisme, pemuda dalam mengaplikasikan ide-idenya senantiasa didrive
oleh nilai-nilai moral yang bersumber dari agama atau kultur masyarakatnya.
Bukan keuntungan dan jabatan yang dicari, namun terealisasinya ide-ide itulah
yang menjadi harapannya. Kedua intelektual, masa muda senantiasa
ditandai dengan gaya berfikir yang argumentatif-ilmiah dan mengukur segala
sesuatunya dengan logis-empiris. Ketiga sikap kritis dan kepekaan
sosial, pemuda tidak hanya menonjolkan ranah pemikirannya, tapi pemikiran yang
benar itu terejawantahkan dalam kepekaan terhadap sosialnya. Dan akan ada sikap
perlawanan dari para pemuda, jika ada siapapun yang akan menghalangi pergerakan
pemuda dalam merealisasikan cita-citanya. Keempat keberanian, dalam
merealisasikan ide-idenya pemuda memiliki keberanian dalam menanggung setiap
risiko yang akan dihadapinya. Dan pada titik inilah terakumulasi antara
keberanian, kecerdasan dan kebenaran.
Oleh
sebab itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam
setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah
(pemikiran), pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Sebagaimana dalam sejarah,
banyak pemuda yang telah berkontribusi dalam kejayaan Islam seperti, Muhammad al-Fatih
penakluk Konstantinopel, Shalahuddin al-Ayyubi pembebas Yarussalem, Thariq bin Ziyad, Khalid bin Walid, dan Saad
bin Abi Waqqas. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah pemuda seperti apa
yang mampu mengemban amanah dalam upaya kebangkitan peradaban Islam. Allah
telah menggambarkannya dalam Al-Qur’an:
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ
نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ
هُدًى (١٣)وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا
شَطَطًا (١٤)
Artinya: “Kami kisahkan kepadamu
(Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda
yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk (13)
dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun
berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami
sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian
telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran (14).”
(QS. Al-Kahfi [18]: 13).
Dari ayat ini, Imam
Hasan Al-Banna dalam risalah pergerakannya mengatakan untuk para pemuda
khususnya mahasiswa bahwa, “Sesungguhnya banyak kewajiban kalian, besar
tanggungjawab kalian, semakin berlipat hak-hak umat yang harus kalian tunaikan,
dan semakin berat amanah yang terpikul di pundak kalian. Kalian harus berfikir
panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, maju untuk menjadi
penyelamat, dan hendaklah kalian mampu menunaikan hak-hak umat ini dengan
sempurna.”
Karakter
dan kekuatan pemuda yang telah dijelaskan diatas akan lebih besar pengaruhnya
bagi kebangkitan Islam, manakala pemuda menunjukkan peranan dan eksistensinya.
Jika merujuk pada (QS. Al-Kahfi [18]: 14), “dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu
mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan
bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau
demikian telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran.” Maka peran pemuda Islam sekarang secara umum, setidaknya harus bangkit
dan berkarya. Kalau diartikan secara mudahnya, bahwa ‘berdiri’
sama halnya dengan bangkit, sedangkan ‘berkata’ sebagai
perwujudan dari berkarya. Bangkit dan berkaryanya pemuda Islam sekarang harus ditandai
dengan menghidupkannya kembali Al-Qur’an dan As-Sunnah ditengah maraknya
kehidupan hedonisme dan pragmatisme, mengkaji ilmu-ilmu agama/pengetahuan dan
teknologi, tidak lagi malu dengan identitas keislamannya, tidak lagi
mempersoalkan masalah furu’ (cabang) dalam fiqih, berani bersaing di dunia
global, berkontribusi sebagai karya nyata untuk umat, dan menyebarluaskan syiar
Islam dan beramar ma’ruf nahi munkar.
Terakhir, pemuda dan
umat Islam secara keseluruhan harus pula memahami QS. Ali-Imran [3]: 110 dan
QS. Al-Baqarah [2]: 143, sebagai berikut:
“Kamu adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran [3]: 110).
“Dan demikian (pula)
kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas
perbuatan kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143).
Oleh karenanya, Allah
menyeru kepada umat Islam hendaklah yakin akan eksistensi kalian, mengetahui
posisi kalian, dan percaya bahwa kalian adalah pewaris kekuasaan dunia, meski
musuh-musuh menghendaki agar kalian terhina.
Pesan terakhir, penulis
mengutip perkataan dari Imam Hasan Al-Banna: “Wahai pemuda perbaruilah iman,
kemudian tentukan sasaran dan tujuan langkah kalian. Sesungguhnya, kekuatan
pertama adalah iman, buah dari iman adalah kesatuan, dan konsekuensi logis dari
kesatuan adalah kemenangan yang gemilang. Oleh karenanya, berimanlah kalian,
eratkanlah ukhuwah, sadarilah, dan kemudian tunggulah datangnya kemenangan. Wallahu
a’lam